Ular ini berukuran tidak terlalu besar, cenderung gemuk, dan agak pendek. Panjang rata-rata sekitar 76 cm, hewan betina cenderung lebih panjang dari yang jantan; kadang-kadang dijumpai pula spesimen yang lebih panjang, hingga 91 cm.[3]
Punggung berwarna cokelat agak kemerahan atau kemerah-jambuan. Sepanjang bagian tengah punggung dihiasi oleh 25–30 pasang corak segitiga besar cokelat gelap, berseling dengan warna terang kekuningan atau keputihan; dan puncak segitiga-segitiga itu bertemu atau berseling di garis vertebral. Sisi samping (lateral) berwarna lebih pucat atau lebih buram, dengan bercak-bercak cokelat gelap besar terletak beraturan hingga ke dekat anus. Sisi bawah tubuh putih kemerah jambuan, bebercak cokelat gelap dan terang.[4] Keseluruhan warna punggung itu memberi kesan penyamaran yang kuat manakala ular berada di antara serasah kering.
Sisik ventral 148-166, anal tunggal (tak berbagi), subkaudal 35-52; sisik dorsal dalam 21 (jarang 19) deret; sisik labial atas 7-9, tak ada yang menyentuh mata. Tak sebagaimana lazimnya bandotan berdekik, sisi atas kepala ular tanah tertutupi oleh perisai-perisai yang simetris.[4] Ciri ini bersifat khas dan tak ada duanya di antara kelompok bandotan berdekik Asia.[5]
Agihan
Ekologi dan kebiasaan
Ular tanah merupakan predator penyergap, hanya melingkar di tanah atau di atas serasah menunggu mangsanya lewat di dekatnya dan jarang bergerak. Ular ini menghuni hutan belukar, semak-semak, atau lahan pertanian yang lembab dan kurang terurus. Sering pula ditemukan di sekitar pemukiman.[6]Mangsanya adalah hewan pengerat kecil, burung, kadal, dan kodok,[6] ular tanah terutama aktif pada malam hari (nokturnal). Ular ini berkembang biak dengan bertelur (ovipar), dan telur-telurnya dijagai oleh betina hingga menetas[5].
Pola warna dan perilakunya memberikan kamuflase yang baik, sehingga ular tanah tidak mudah terlihat dan sering terlewat dari perhatian[6]. Di pihak lain, ular ini sangat agresif dan dapat menyerang dengan cepat jika merasa terganggu. Ular ini memipihkan badannya disaat merasa terancam, membentuk leher seperti huruf "S" dan siap menyerang.
Gigitan dan bisa
Di Semenanjung Malaya bagian utara, diperkirakan terjadi 700 kasus gigitan ular ini pada manusia setiap tahun, dengan tingkat kematian sebesar 2 persen.[5] Gigitan ular ini sangat menyakitkan, menimbulkan pembengkakan, dan kadang-kadang terjadi kematian jaringan (gangreen, nekrosis). Meskipun gigitan fatal jarang terjadi, namun banyak korbannya yang kemudian mengalami kerusakan atau disfungsi anggota badan, atau bahkan harus diamputasi, karena ketiadaan serum anti-bisa atau keterlambatan pengobatan.[7]Pada pihak lain, bisa ular tanah mengandung bahan anti-koagulan yang dapat mencegah pembekuan darah. Telah sejak lama diusulkan untuk mengisolasi bahan aktif ini, untuk kepentingan pengobatan trombosis.[8] Salah satu bahan aktif ini adalah ancrod, enzim serupa-trombin yang kini digunakan secara luas untuk penelitian, dan untuk pengobatan klinis sebagai anti-koagulan.[9]
No comments:
Post a Comment